Load more

Pengembangan/Pelaksanaan Kegiatan Dakwah.


 Peningkatan dan penyempurnaan terhadap proses dakwah dilakukan setelah diadakan penelitian dan penilaian terhadap jalannya proses dakwah secara menyeluruh setelah suatu proses usaha selesai. Artinya, apabila dalam contoh yang lalu rencana dakwah ditetapkan untuk jangka waktu lima tahun, maka pada jangka waktu tersebut, pimpinan dakwah perlu mengadakan penelitian dan penilaian secara menyeluruh terhadap jalannya proses dakwah. Melalui penelitian dan penilaian itu dapatlah dketahui kelemahan-kelemahan yang ada, penyimpangan-penyimpangan yang telah terjadi dan yang lebih penting lagi adalah diketahui faktor-faktor yang menjadi sebab terjadinya kelemahan dan penyimpangan tersebut.
Dengan data yang diperoleh, pimpinan dakwah dapat mengadakan penyempurnaan. Sehingga untuk proses dakwah pada tahapan berikutnya, tidak akan terulang lagi timbulnya kelemahan dan penyimpangan sebagaimana telah dialami oleh proses dakwah yang baru saja selesasi. Dengan begitu, maka proses dakwah semakin lama semakin maju dan sempurna.
Atas dasar inilah maka penilaian itu harus ditujukan pada fungsi-fungsi manajemen lainnya. Ia harus menjawab mengapa rencana yang telah ditetapkan tidak dapat dilaksanakan; mengapa organisasi yang telah disusun tidak dapat menjamin tercapainya tujuan; mengapa para pelaksana tidak dapat melakukan tugasnya dengan baik, dan sebagainya.

Dari jawaban pertanyaan-pertanyaan yang diajukan itu, dapatlah dilakukan perbaikan-perbaikan, perubahan-perubahan ke arah penyempurnaan dalam arti menyeluruh.

Suatu hal yang sangat ideal adalah bilamana dalam setiap perencanaan untuk setiap tahapan atau jangka waktu tertentu terlihat adanya peningkatan dan penyempurnaan, melebihi waktu-waktu yang sudah. [1]

Hal tersebut sangat penting menjadi fokus perhatian sebab kondisi masyarakat yang menjadi obyek dakwah mengalami perubahan, akibat karena era globalisasi, informasi, dan kemauan teknologi.

Menurut Tholhah Hasan bahwa, Kenyataan perubahan social yang terjadi dewasa ini, lain sifatnya dengan perubahan social yang pernah terjadi dalam masyarakat yang selama ini. Ciri yang menonjol dari perubahan yang terjadi adalah pengaruh yang kuat, cepat dan radikal oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, diawali oleh penemuan-penemuan baru (discovery) dalam Iptek, dilanjutkan dengan perekayasaan berbagai macam bidang Iptek (invention), seperti computer, biotek, teknologi angkasa luar,  dan lain-lain. Kemudian dilanjutkan dengan langkah-langkah pengembangan dan pengunggulan (innovation). Penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi telah menjadi penggerak perubahan hampir dalam semua sector kehidupan, dari yang bersifat fisikal, seperti konstruksi, transportasi, mekanik dan lain-lain sebagainya, sampai yang bersifat mental seperti orientasi, paradigma, etika dan agama.[2]
Terhadap masalah yang dihadapi, yang berkembang di masyarakat, akibat makin majunya suatu masyarakat,  semakin beraneka problema yang dihadapi dan dipersoalkan. Oleh karena demkian, menurut Syafaat Habib bahwa dinamika pengembangan dan penelitian perlu terus ditingkatkan,   dengan cara:
a.        Mencatat dalam tebel secara kronologis dan historis semua jenis persoalan yang pernah dihadapi dengan segala jawaban yang diberikan dan reaksi-reaksi penerima. Dari sana biasa diketemukan cara baru untuk dikembangkan.
b.       Perlu selalu dicara jalan untuk menemukan pengembangan dakwah yang lebih cepat yang lebih praktis, baik dalam penyampaian, materi, cara dan lain sebagainya.
c.        Perlu juga cara klasifikasi masalah yang dihadapi dan cara pemecahannya. Klasifikasi ini akan membantu menemukan cara yang lebih baik bagi system yang akan dilakukan di kemudian hari. Misalnya mengadakan pengelompokkan masalah ubudiyah, masalah ijtima-iyah, masalah remaja dan lain sebagainya.
d.       Mecari keluhan-keluhan masyarakat yang bisa dicarikan pemecahannya melalui ajaran dakwah, agar manusia dapat mengatasi keluhan diri tersebut.
e.        Menemukan situasi-situasi yang abnormal dalam masyarakat, kemudian mencari pemesahannya melalui dakwah. Jika perlu mengadakan penelitian terhadap background keadaan yang tidak normal itu, apakah yan menjadi penyebabnya, misalnya bagaimana dakwah menghadapi masalah kenakalan remaja, mengahadapi issue “abortus yang berkembang dalam masyarakat”, menghadapi “keluarga berencana sebagai keharusan warga Negara dan lain-lain sebagainya.
f.        Mengadakan analisa secara kualitatif dan kuantitatif, untuk menemukan jawaban apakah sebenarnya problema tertentu yang berkembang dalam masyarakat itu. Dengan analisa yang tepat maka dakwah harus menemukan jawaban terhadap problem yang mungkin oleh masyarakat sendiri masih tanda tanya besar. Misalnya soal “rente bank”.
g.       Apabila terjadi suatu kejadian, yang oleh umum dianggap benar, padahal menurut pandangan dakwah perlu ada koreksi, maka perlu dipertanyakan dulu, mengapa hal itu perlu terjadi dalam masyarakat umum, misalnya terjadinya perjudian, “berkembangnya budaya minuman keras”, dan system-sistem lain masyarakat modern.
h.       Seringkali diperlukan penentuan bagaimanakah dan mengapa dakwah harus dikembangkan dalam masyarakat. Hal ini untuk memperbaiki segi fungsional dakwah itu sendiri dalam masyarakat manusia.
i.         Persoalan timing dakwah itu dilancarkan dalam suatu kelomp[ok masyarakat, juga memerluka ketepatan, baik dalam prioritas isi, cara, alat yang dipergunakan maupun penampilan penda’wah sendiri. Sehingga akan menentukan kegunaan dakwah itu. Maka harus dicari jawaban atas “kapan dakwah harus diberikan”. Perlu diketemukan daerah yang operatif untuk dakwah tertentu dan dakwah yang tidak operatif. Timing perlu untuk dakwah di daerah yang baru mengenal dakwah, para masayrakat yang terasing, pada kaum intelektual yang masih baru mempertanyakan perlunya agama bagi manusia, dan lain sebagainya.
j.         Penentuan diamanakah suatu topik atau subyek dapat diberikan atau tidak dapat diberikan.
k.       Penelitian mengenai cara yang pernah dipakai, apakah masih cocok atau tidak, ataukah sama sekali salah menurut cara yang lebih baru. System dan cara serta metode adalah sangat menentukan dalam keberhasilan dakwah. Oleh sebab itu masalah bagaimanakah dakwah itu harus diterapkan dalam masyarakat perlu kecermatan situasional, substansial dan orientasi.
l.         Konsepsional perlu pula mendapatkan perhatian, apakah tepat untuk disampaikan kepada suatu objek dakwah atau tidak. Sebab kesalahan dalam hal ini, mungkin malahan akan menjadikan dakwah menjadi tidak popular dikalangan orang banyak atau dimusuhi oleh umum. “imagemasyarakat perlu dibentuk.
m.      Pembetulan atau adjustment dan re-adjustment harus selalu diadakan. Ini memerlukan pengamatan yang terus menerus. Terutama oleh organisasi dan manajemen dakwah.
n.       Perlu mempertimbangkan seluruh kekuatan masyrakat dalam hal kekuatan fisik maupun kekuatan kejiwaan mereka dalam kemampuan mereka menerima dan mendukung serta menjadi landasan mengembangkan dakwah untuk selanjutnya. Sebab setiap kekuatan tentu ada efeknya.
o.       Dakwah perlu terus meningkatkan kemampuan dalam penelitian dan pengembangannya dalam mengadakan study kemasyarakatan, termasuk seluruh kekuatan yang membantu dan yang menghambat keberhasilan dakwah masyarakat. Perlu study pula terhadap seluruh factor yang membatasi gerak kemasyarakatan, karena pembatas masyarakat ini adalah “norma”, sedang dakwah ditinjau dari segi kehidupan masyarakat juga merupakan norma, termasuk study menganai tradisi, norma hokum yang berlaku, budaya masyarakat, permintaan dan keluham-keluhannya.
p.       Sebagai organisasi pembentuk masyarakat, maka dakwah adalah usaha besar kemayarakatan yang mempunyai banyak aspek, oleh sebab itu selalu diperlukan brainstorming atau pengarahan otak para pendukungnya, yang berfokus pada kekuatan organisasi dan manajemen dakwah.
q.       Satu hal tidak boleh dilupakan dalam pengembangan dakwah juga msalah  chek dan recheck atau mencek dan mencek kembali kekuatan dan unsur yang menyangga dakwah dalam masyarakat, agar dakwah selalu up-to-date, mendapat sambutan dan dukungan hangat para peminatnya dan hidup terus dalam perkembangan masyarakat, dalam arena yang bagaimanapun juga bentuknya dan majunya.[3]  

 Keadaan ini sudah tentu merupakan tugas dari sistem dakwah secara umum, seluruh aspek transmisi dan aspek keturunan serta linkungan hidup harus mampu dipergunakan oleh dakwah, sebagai sarana penting yang menjadikan dakwah perperan penting. Manusia, disadari perlu pengaruh baik  seperti yang dimiliki dakwah dalam dirinya, manusia perlu ide-ide yang baik, keterampilan yang berguna,  kebiasaan yang terpuji, sikap dan tingkah laku yang bijaksana, kepentingan yang terarah dan lain-lain  dasar-dasar nilai kemanusiaan yang luhur. Oleh sbab itu dakwah harus menyusup kedalam semua kegiatan sosial dan teknik manusia dalam dinamika  hidup. Pengetahuan dakwah harus tersebar dalam sendi sendi kehidupan   manusia, akan lebih efektif sampainya tujuan apabila disertai organisasi dan manajemen yang baik.
Seluruh lingkungan kehidupan sebaiknya dipengaruhi oleh dakwah, apabila dakwah bisa berperan dalam masyarakat secara sempurna, baik lingkungan tersebut adalah lingkungan fisik, biologis, psychologis, maupun kultural mereka.[4]

Pengembangan (developing) merupakan salah satu perilaku manajerial yang meliputi pelatihan (couching) yang digunakan sebagai sarana untuk meningkatkan keterampilan seseorang dan memudahkan penyesuaian terhadap pekerjaannya dan kemajuan kariernya. Proses pengembangan ini didasarkan atas usaha untuk mengembangkan sebuah kesadaran, kemauan, keahlian, serta keterampilan para elemen dakwah agar proses dakwah berjalan secara efektif dan efesien.
Pengembangan dan pembaruan adalah dua hal yang sangat diperlukan. Rasulullah Saw. mendorong umatnya supaya selalu meningkatkan kualitas, cara kerja dan sarana hidup, serta memaksimalkan potensi sumber daya alam semaksimal mungkin. Karena Allah telah menciptakan alam semesta ini untuk memenuhi hajat hidup manusia.      
QS. al- Jaatsiyah ayat 13.
Terjemahnya:
(13)  Dan dia Telah menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa yang di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berfikir.
Dalam dunia manajemen, proses pengembangan (organization delevopment) itu merupakan sebuah usaha jangka panjang yang didukung oleh manajemen puncak untuk memperbaiki proses pemecahan masalah dan pembaruan organisasi, terutama lewat diagnosis yang lebih efektif dan hasil kerja sama serta manajemen budaya organisasi dengan menekankan khusus pada tim kerja formal, tim sementara, dan budaya antar kelompok – dengan bantuan seorang fasilitator konsultan yang menggunakan teori dan teknologi mengenai penerapan ilmu tingkah laku termasuk penelitian dan penerapan. Secara individual proses pengembangan yang berorientasi kepada perilaku para da’i memiliki sejumlah keuntungan potensial dalam proses pergerakan dakwah khususnya bagi para pemimpin dakwah.[5]

1.       Metode Pengembangan Kualitas Jamaah.

Metode dan strategi pengembangan kualitas jamaah (mad’u) pada dasarnya dikembangkan dari prinsip-prinsip berikut:
a.        Pembinaan dan peningkatan wawasan jamaah dalam pemahaman, sikap, dan akitivitasnya tentang ajaran Islam yang berkaitan dengan aspek-aspek hidup dan kehidupan, yakni akidah, ibadah, akhlak, keluarga, social kemasyarakatn, politik, dan kewarganegaraan, ekonomi, pendidikan dan ilmu pengetahuan, kesenian, kejasmanian (kesehatan, keterampilan dan keamanan jasmani);
b.       Pembinaan dan peningkatan wawasan jamaah tentang nilai-nilai kebijaksanaan, persatuan, dan kesatuan (wahdah al-ummah).
c.        Pembinaan dan peningkatan wawasan mad’u tentang kedudukan, fungsi, dan tugasnya masing-masing baik secara individual atau kolektif. Prinsip bekerja atau berkiprah sesuai dengan profesinya (if’alu ala makanatikum);
d.       Pembinaan dan peningkatan kreatifitas dan pemberdayaan mad’u, dalam social, ekonomi, dan budaya;
e.        Pembinaan dan peningkatan wawsan mad’u dalam sikap ta’awun,musyawarah, ukhwah, toleransi, dan kerja sama.

2.       Metode Pengembangan Materi Dakwah
Metode dan strategi pengembangan materi dakwah dapat dikembangkan dari prinsip berikut:
a.        Disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat.
b.       Disesuaikan dengan kadar intelektual masyarakat (khathibu an-nasa ala qadri uqulihimi);
c.        Mencakup ajaran Islam secara kaffah dan universal, yakni aspek ajaran tentang hidup dan kehidupan;
d.       Merespon dan menyentuh tantangan dan kebutuhan asasi (dharum), dan kebutuhan sekunder (tahsimi);
e.        Disesuikan dengan program umum syariat Islam (maqashid asysyar’I al-khamsah), yakni hifdz ad-dim; hifdz an-nafs’ hifdz al-aql; hifdz an-nasl, dan hifdz al-mal.

3.       Metode pengembangan media dan metode dakwah
Metode dan strategi pengembangan media dan metode dakwah dapat dikembangkan dari prinsip berikut:
a.        Pengembangan metode bi al-lisan dan bi al-amal sesuai dengan tantangan dan kebutuhan;
b.       Mempertimbangkan metode dan media sesuai dengan tantangan kemajuan ilmun pengetahuan dan teknologi;
c.        Memilih metode dan media yang relevan, baik mimbar, panggung, media cetak, atau elektronik (radio, televise, computer, dan internet);
d.       Mengembangkan media atau metode cultural dan structural, yakni pranata social, seni, karya budaya, dan wisata alam;
e.        Mempertimbangkan struktur social dalam tingkatan kadar intelektual, yakni khawas, awam dan yang menentang;
f.        Mempertimbangkan struktur dan tingkatan masyarakat dari segi kawasan, geografis, demografis, sosiologis, antropologis, politis, dan ekonomis;
g.       Mengembangkan dan mengakomodasikan metode dan media seni budaya masyarakat setempat yang relevan seperti wayang, drama, music, lukisan, dan sebagainya;
h.       Mempertimbangkan mengkaji metode pendekatan spiritual antara lain melalui do’a dan shalat, silaturrahim, dan sebagainya.

4.       Metode Pengembangan Sarana Dakwah
Metode pengembangan sarana dakwah dapat dikembangkan dan dipertimbangkan dari prinsip berikut.
a.        Mengatur dan memanfaatkan sarana fisik dan non fisik yang layak, dan relevan;
b.       Mengupayakan sarana fisik yang memadai sesuai dengan kebutuhan pengembangan dakwah;
c.        Menata, mengatur, dan medesain tata ruang, dekorasi, dan perlengkapan sesuai dengan tema dan konteks dakwah;
d.       Pemeliharaan dan pengayaan sarana yang dibutuhkan;
e.        Membuat master plan  pengembangan sarana fisik (hardware) dan sarana non fisik (software) secara terencana dan bertahap;
f.        Pemanfaatan penggunaan produk kemajuan teknologi komunikasi; radio, televise internet dan sebaginya;
g.       Mengoptimalisasikan peran pranata sosial Islam, seperti pranata:
Peribadatan  (zakat – BAZIS)
Ekonomi (perbankan – lembaga keuangan public, lembaga keuangan non public, lembaga jasa, dan badan usaha)
Hukum (peradilan – KUA, peradilan Islam, badan penasihat perkawinan penyelesaian perceraian)
Pendidikan (madrasah, majelis taklim, pesantren, perguruan tinggi)
Kesenian (seni music – Kiai Kanjeng, Bimbo, Raihan)
Dakwah (tablig – Corp mubalig Bandung, corp mubalig muda dan sebagainya)
Kekerabatan (perkawinan – keluarga)
Politik (infrastruktur, partai bulan bintang, dan sebaginya)
Kesehatan ( perawatan, rumah sakit Islam).[6]



[1] Rosyad Shaleh, Manajemen Dakwah Islam (Jakarta: Bululan Bintang; 1976), h.150
[2]M. Tholhah Hasan, Prospek Islam dalam Menhadapi Tantangan Zaman, (Cet. IV; Jakarta: Lantabora Press, 2003), h.149

[3] M.Syafaat Habib, op.cit, h.222-224
[4] Ibid, h.209
[5] M. Munir & W. Ilahi, Manajemen Dakwah, (Cet.II; Jakarta: Kencana, 2009), h.243-244
[6] M. Asep Muhyiddin dan Agus Ahmad, Metode Pengembangan Dakwah (Cet.I; Bandung: Pustaka Setia, 2002), h. 138-140