Load more

The Gricean Cooperative Principle: Flouting and Hedging in the Conversations in Joseph Conrad’s The Secret Agent

By: Maria Goretti Sri Ningsih
Abstrak

Prinsip Kerja Sama (PK) diperkenalkan oleh seorang filsuf, H.P. Grice. Prinsip itu menyatakan bahwa seorang penutur harus bekerja sama dengan memberikan kontribusi yang diperlukan dalam tuturan itu. Grice mengemukakan empat macam maksim tuturan: (1) Maksim Kuantitas, yaitu memberikan kontribusi yang cukup informatif sesuai yang diperlukan, dan tidak lebih informatif dari yang diperlukan; (2) Maksim Kualitas, yaitu dengan tidak mengatakan suatu yang diyakini itu tidak benar atau suatu yang bukti kebenarannya kurang meyakinkan; (3) Maksim Hubungan yang mengatakan bahwa penutur harus memberikan informasi yang relevan; dan (4) Maksim Cara yang mengatakan bahwa penutur harus memberikan informasi yang mudah dimengerti: (a) menghindari pernyataan-pernyataan yang samar, (b) menghindari ketaksaan, (c) usahakan membuat pernyataan yang ringkas, dan (d) usahakan berbicara dengan teratur.

Dalam kenyataan hidup sehari-hari penutur sering tidak mematuhi maksim-maksim tersebut. Dengan kata lain mereka sering melanggar dan atau mengungkung/membatasi maksim-maksim tersebut. Melanggar (flouting) maksim berarti penutur tidak mematuhi maksim-maksim dalam Prinsip Kerja Sama, sedangkan mengungkung/membatasi (hedging) berarti penutur tidak ingin terlibat sepenuhnya dalam isi pokok tuturan. Pelanggaran terhadap Prinsip Kerja Sama sering dilakukan penutur dengan menggunakan majas.
Penelitian ini mencoba mendeskripsikan bagaimana para pelaku dalam novel The Secret Agent melanggar dan/atau membatasi maksim-maksim tuturan. Hal ini dijabarkan dalam: (1) deskripsi tentang jenis maksim tuturan yang dilanggar/dibatasi dalam tuturan, (2) penjelasan tentang distribusi dari pelanggaran (flouting) dan pembatasan (hedging), (3) deskripsi dari kemungkinan alasan-alasan para penutur untuk melanggar dan/atau membatasi maksim-maksim tuturan, dan (4) deskripsi tentang pola tatabahasa dari pelanggaran (flouting) dan pembatasan (hedging) tersebut.
Deskripsi tentang jenis-jenis maksim tuturan yang dilanggar/dibatasi dalam tuturan-tuturan dan penjelasan tentang distribusi dari pelanggaran (flouting) dan pembatasan (hedging) didasarkan pada teori Grice tentang maksim-maksim dalam Prinsip Kerja Sama; deskripsi tentang alasan-alasan penutur untuk melanggar/membatasi maksim-maksim tersebut ditulis berdasarkan teori Grice tentang Prinsip Kerja Sama (PK) dan teori yang dikemukakan Leech tentang Prinsip Sopan Santun (PS); sementara diskripsi tentang pola tatbahasa dalam pelanggaran/pembatasan (flouting/hedging) didasarkan pada bagian kalimat yang mengandung pelanggaran/pembatasan.
Untuk menjawab pertanyaan penelitian dilakukan riset kualitatif. Data diambil dari tuturan-tuturan para pelaku dalam novel tersebut, yang berisi 6 jenis majas yang disebutkan dalam Grundy (2000): ironi, metafor, hiperbola, pertanyaan retorik (rhetorical question), tautologi, dan understatement (pernyataan yang dibuat kurang dari yang sebenarnya).
Hasil penelitian menunjukkan ada lima jenis majas yang digunakan dalam tuturan, dan majas yang paling banyak digunakan oleh para penutur adalah metaphor (83,72%), disusul dengan overstatement (4,65%), pertanyaan retorik (4,65%), tautologi (4,65%), dan yang paling sedikit adalah ironi (2,33%). Juga ditemukan ada tiga macam maksim tuturan yang dilanggar/dibatasi, dan maksim Cara adalah maksim yang paling banyak dilanggar/dibatasi oleh para penutur (50,73%), yang kedua adalah maksim Kualitas (42,03%), dan yang terakhir adalah maksim Kuantitas (7,24%). Sedangkan pola tatabahasa yang digunakan dalam pelanggaran (flouting) dan pembatasan (hedging) pola kalimat lengkap.
Berdasarkan pada hasil penelitian, novel ini dianjurkan untuk digunakan sebagai bahan ajar literature dan cross-cultural understanding (CCU=pengertian tentang kultur negara/bangsa lain) karena novel ini menyajikan penggunaan majas-majas untuk menyampaikan pesan atau pikiran, misalnya, “My heart went down into my boots (Jantungku turun ke sepatuku)” (hal.29), dan “I suppose the cup of horrors was full enough for such as me (Aku kira piala yang berisi hal-hal yang mengerikan ini terlalu penuh untuk orang sepertiku)” (hal.298). Ungkapan-ungkapan semacam itu akan memperkaya pengetahuan dan pengertian para mahasiswa tentang kultur bangsa Inggris.

Kata kunci: prinsip kerja sama grice, pelanggaran, pembatasan, majas, tuturan, the secret agent